Bunda Maria Diangkat ke Surga: Apa Artinya?

Lukisan Bunda Maria diangkat jiwa dan raga ke Surga.

Dari antara banyak sekali perayaan dalam Gereja Katolik, salah satu yang mungkin menimbulkan kebingungan bagi sebagian orang adalah Bunda Maria diangkat jiwa dan badan ke surga. Gereja Katolik merayakan pesta ini pada tanggal 15 Agustus setiap tahunnya. Apa yang dimaksud dengan Bunda Maria diangkat ke surga?

Menurut Katekismus Gereja Katolik (KGK), perayaan Bunda Maria diangkat ke surga mengacu pada peristiwa yang terjadi di akhir kehidupan Perawan Maria. Mari kita baca KGK artikel 966 berikut.

Bunda Maria Diangkat Jiwa dan Raga ke Surga: Apa Artinya?

Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat memasuki kemuliaan di surga secara utuh tubuh dan jiwanya. Bunda Maria telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Puteranya, Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut.” Diangkatnya Bunda Perawan tersuci ke Surga adalah keikutsertaan yang istimewa pada kebangkitan Puteranya sekaligus mendahului atau mengantisipasi kebangkitan umat Kristen kelak.

Apa yang ditegaskan KGK ini menegaskan iman Gereja Katolik yang sebenarnya dapat dirujuk kembali ke beberapa abad pertama Kekristenan. Dan itu bersumber pada berbagai kisah awal mengenai “kematian” Bunda Perawan Maria.

Santo Yohanes Damascena, seorang penulis Kristen dari abad ke-8, pernah menulis bahwa Bunda Perawan Maria memang pantas dan layak diangkat ke Surga. Mari kita simak kutipan tulisan Yohanes Damascena berikut.

Santo Yohanes Damascena

Sudah sepantasnya dia, yang telah menjaga keperawanannya tetap utuh saat melahirkan, harus menjaga tubuhnya sendiri bebas dari segala kerusakan bahkan setelah kematian. Sudah sepantasnya dia, yang telah menggendong Sang Pencipta sebagai seorang anak di dadanya, harus tinggal dalam puri ilahi. Sudah sepatutnya pasangan, yang Bapa ambil untuk dirinya sendiri, harus tinggal di dalam puri-puri ilahi. Sungguh tepat bahwa dia, yang telah menyaksikan penderitaan Putranya di atas kayu salib dan yang dengan demikian telah menerima ke dalam hatinya pedang kesedihan yang telah dia hindari dalam tindakan melahirkannya, harus memandang-Nya ketika Dia duduk bersama Bapa. Sudah sepatutnya Bunda Allah memiliki apa yang menjadi milik Putranya, dan bahwa ia harus dihormati oleh setiap makhluk sebagai Bunda dan sebagai hamba Allah.

Perhatikan bahwa apa yang diajarkan oleh Katekismus Gereja Katolik mengenai Bunda Maria diangkat jiwa dan badan ke Surga merujuk juga pada ajaran Santo Yohanes Damascena. Dan itulah makna perayaan ini, yakni (1) Bunda Maria mencapai kemuliaan karena kesucian hidupnya. Bunda Maria yang terbebas dari dosa asal tidak mungkin mati dan hancur tubuhnya dalam alam kematian sama seperti manusia pada umumnya. (2) Bunda Maria ditinggikan untuk menjadi Ratu dari alam semesta supaya seluruh alam semesta bisa menyerupai kesempurnaan putranya. (3) Peristiwa itu mendahului peristiwa kebangkitan dan kemulian yang akan dialami oleh seluruh umat Kristen yang percaya pada Putranya.

Sementara itu, Paus Pius XII membuatnya lebih rinci dalam konstitusi apostoliknya, Munificentissimus Deus. Dalam konstitusi apostolik ini, Paus Pius XII terutama menegaskan bagaimana kepercayaan akan Bunda Maria diangkat ke Surga ini tidak hanya telah diturunkan selama berabad-abad, tetapi juga menemukan pendasarannya dalam kitab suci. Mari kita baca ajaran Pius XII berikut.

Para Doktor Skolastik telah mengakui Bunda Perawan Bunda Allah diangkat ke surga sebagai sesuatu yang telah disimbolkan, tidak hanya dalam berbagai tokoh Perjanjian Lama, tetapi juga pada wanita yang berpakaian matahari yang direnungkan oleh Rasul Yohanes di Pulau Patmos. Demikian pula mereka telah memberikan perhatian khusus pada kata-kata Perjanjian Baru berikut: “Salam, penuh rahmat, Tuhan sertamu, terpujilah engkau di antara wanita,” karena mereka telah melihat, dalam misteri Bunda Maria diangkat ke Surga, penggenapan dari rahmat yang paling sempurna yang diberikan kepada Perawan Terberkati dan berkat khusus yang mengalahkan kutukan Hawa.

Paus Pius XII

Rekan-rekan, Bunda Maria diangkat ke Surga adalah perayaan kuno, yang menghormati Perawan Maria dan perannya dalam sejarah keselamatan dan tujuan kekal yang telah disiapkan untuknya oleh Putranya sendiri, Yesus Kristus.

Tuhan memberkati kita semua. Amin!

Mengapa Perawan Maria menangis di La Salette?

Bunda Perawan Maria dari La Salette

Penampakan Bunda Maria dari La Salette menantang kita untuk melakukan praktik spiritual yang sering kita abaikan.

Pada tanggal 19 September 1846, Santa Perawan Maria menampakkan diri kepada dua anak di dekat desa kecil La Salette, Prancis. Ketika dalam sebagian besar penampakan di banyak daerah di seluruh dunia, Bunda Maria menampilkan dirinya tanpa banyak emosi, tidaklah demikian dengan penampakan di La Salette. Dalam penampakan kepada dua anak di desa itu, Bunda Perawan Maria tampak menangis. Mengapa Bunda Maria menangis?

Desa La Salette di tahun 1846 terdiri dari delapan atau sembilan dusun yang tersebar. Desa itu memiliki populasi sekitar 800. Penduduknya terutama para petani kecil dengan keluarga dan tanggungan mereka. Pada malam hari Sabtu, 19 September 1846, Maximin Giraud dan Mélanie Calvat (dipanggi dengan nama Mathieu kembali dari gunung tempat mereka memelihara sapi. Dalam perjalanan pulang itu mereka melihat “seorang wanita cantik” di Gunung Sous-Les Baisses, menangis dengan sedih.

Giraud dan Melanie menggambarkan Bunda Perawan Maria yang mereka lihat itu sebagai yang duduk dengan siku bertumpu pada lutut dengan wajahnya yang tersembunyi di balik tangannya. Bunda Perawan Maria tampak mengenakan jubah putih bertabur mutiara; dan celemek berwarna emas; sepatu putih dan mawar di sekitar kakinya dan hiasan kepala tinggi. Di lehernya ia mengenakan salib yang tergantung di rantai kecil.

Bunda Maria menampakkan diri kepada Maximin Giraud dan Mélanie Calvat .

Menurut kisah anak-anak itu, salah satu alasan utama di balik kesedihan Bunda Maria adalah karena masyarakat setempat tidak menghormati dan tidak mentaati hari Minggu sebagai hari Tuhan dan hari istirahat. Kepada kedua anak itu, Bunda Perawan Maria menyampaikan pesan berikut.

“Jika umatku tidak taat, aku akan harus terpaksa melepaskan lengan putraku. Lengannya begitu berat, begitu menekan, hingga aku tak lagi dapat menahannya. Berapa lama aku telah menderita demi kalian! Jika aku tidak menghendaki Putraku meninggalkan kalian, aku harus memohon dengan sangat kepada-Nya tanpa henti. Tetapi, kalian nyaris tidak mengindahkan hal ini. Tak peduli betapa baiknya kalian berdoa di masa mendatang, tak peduli betapa baiknya kalian berbuat, kalian tidak akan pernah dapat memberikan kepadaku ganti atas apa yang telah aku tanggung demi kalian.”

“Aku telah menetapkan enam hari  bagi kalian untuk bekerja. Hari ketujuh Aku peruntukkan bagi Diri-Ku sendiri. Namun, tak seorang pun memberikannya kepada-Ku. Inilah yang menyebabkan lengan Putraku berat menekan.”

“Hanya ada segelintir perempuan agak tua yang menghadiri Misa di musim panas. Umat yang lainnya bekerja setiap hari Minggu sepanjang musim panas.”

Dalam konteksnya, setelah Revolusi Perancis tahun 1789, berbagai upaya dilakukan untuk menghapuskan hari Minggu sebagai hari istirahat. Sementara hari Minggu dikembalikan lagi sebagai hari istirahat tahun 1814, pada tahun 1830 Prancis kembali dalam kerusuhan politik sehingga hari Minggu kembali tidak dihormati. Baru pada tahun 1904 hari Minggu menjadi hari istirahat yang wajib bagi semua pekerja. Pada saat penampakan di La Salette, sebagian besar buruh di Prancis tidak membuat perbedaan antara hari Minggu dan sisa minggu kerja.

Bekerja pada hari Minggu mungkin tampak seperti hal sepeleh yang bisa menjadi alasan mengapa Bunda Perawan Maria menangis. Tetapi Gereja Katolik sejak awal selalu berusaha untuk memberi penekanan pada pentingnya kebutuhan manusiawi kita untuk istirahat. Ini mencapai kedalaman keberadaan kita baik pada tingkat fisik dan spiritual. Dalam banyak hal kita diciptakan untuk hari Sabat.

Pada tahun 1998 St Yohanes Paulus II menulis di seluruh surat apostoliknya tentang “Hari Tuhan,” dan menantikan Milenium Ketiga, melihat ketaatan pada hari Minggu sebagai bagian penting bagi masa depan iman kita.

Dengan mengenal Gereja, yang setiap hari Minggu dengan penuh sukacita merayakan misteri yang darinya ia menghidupi dirinya, semoga pria dan wanita dari Milenium Ketiga semakin mengenal Kristus Yang Bangkit. Dan terus diperbarui dengan peringatan mingguan Paskah, semoga para murid Kristus menjadi semakin kredibel dalam memberitakan Injil keselamatan dan semakin efektif dalam membangun peradaban cinta.

Jika kita ingin menghibur Perawan yang sedih dan mengeringkan air matanya, kita perlu memeriksa hidup kita sendiri dan memeriksa diri soal bagaimana kita merayakan hari Sabat. Apakah hari Sabat benar-benar kita jadikan sebagai hari istirahat? Ini tidak hanya berarti ketiadaan tenaga kerja, tetapi yang terpenting, meninggalkan ruang yang pantas untuk ibadat spiritual dan kegiatan yang memberi kehidupan baru bagi tubuh dan jiwa kita.

Di zaman ketika kecemasan dan depresi telah menjadi penyakit yang lumrah, mengapa kita tidak mengambil nasihat dan istirahat dari Tuhan? Bukankah seharusnya itu mudah untuk kita lakukan?

Mei adalah Bulan Bunda Maria, Mengapa?

motherofgodMengapa bulan Mei didedikasikan sebagai bulan doa dan devosi kepada Maria Bunda Allah dapat ditelusuri kembali ke dua tradisi kebudayaan besar Eropa di zaman kuno, yakni kebudayaan Yunani dan Romawi Kuno. Kedua kebudayaan ini  tentu belum mengenal devosi kepada Bunda Maria. Tetapi berbagai tradisi dan festival di seputar bulan Mei menjadi cikal-bakal orang Kristen awal mengadopsinya menjadi bulan Bunda Maria.

Demikianlah, bulan Mei dalam budaya Eropa klasik (Yunani dan Romawi) adalah awal musim dimulainya kehidupan baru. Bagi orang Yunani, bulan Mei didedikasikan khusus untuk menghormati Dewi Artemis yang dihubungkan dengan kesuburan. Sementara itu kultur Romawi menghubungkan bulan Mei dengan penghormatan kepada Dewi Flora, dewi yang dihubungkan dengan musim mekar atau bersemi. Bahkan di akhir bulan April orang Romawi suka menyelenggarakan pertandingan bunga (ludi florales). Memang bulan Mei ditandai oleh mekar atau berkembangnya berbagai bunga.

Tampaknya tradisi kuno yang menghubungkan bulan Mei dengan kehidupan baru damusim subur inilah yang kemudian diadopsi dalam praktik devosi kepada Bunda Maria. Praktik budaya Yunani dan Romawi kuno ini juga sebenarnya yang menjadi alasan mengapa bulan Mei dikenal sebagai bulan keibuan (motherhood). Juga menjadi alasan mengapa banyak negara merayakan hari ibu pada bulan Mei. Di Eropa, bulan Mei merupakan akhir dari musim dingin, dan karena itu dianggap sebagai awal dari sebuah kehidupan baru.

Dalam konteks kultural semacam inilah orang menghubungkan bulan Mei dengan kesuburan, awal kehidupan baru, hal-hal yang berhubungan dengan peran ibu (keibuan). Di sinikah kita bisa mengerti mengapa kemudian orang Kristen mengadopsi bulan Mei sebagai bulan Bunda Maria, tepatnya Maria Bunda Allah.  “Bunda” berhubungan dengan peran keibuan, hal-hal yang berhubungan dengan ibu, kehidupan, kesuburan, bumi/tanah, mekar dan bersemi, dan sebagainya.

Lalu, bagaimana dengan praktik doa dan devosi kepada Bunda Maria itu sendiri di bulan Mei? Ada berbagai tradisi yang mencoba menjelaskan mengapa bulan Mei didedikasikan khusus kepada Bunda Maria.  Sebuah karya berjudul Cantigas de Santa Maria yang terbit selama masa pemerintahan Raja Alfonsus X dari Castile (1221-1284) berisi 420 puisi tentang Bunda Maria. Selain itu, raja sendiri sudah menetapkan tanggal tertentu selama bulan Mei khusus untuk menghormati dan berdevosi kepada Bunda Maria.

Meskipun demikian, asal-muasal bulan Mei didedikasikan kepada Bunda Maria tetap sulit diketahui dengan pasti. Ada tradisi yang mengatakan bahwa tradisi itu mulai dipraktikkan secara intens sejak abad ke-17. Informasi dari Ensiklopedi Katolik menegaskan asal muasal devosi kepada Bunda Maria di bulan Mei demikian: “Devosi bulan Mei [kepada Bunda Maria]  dalam bentuknya yang sekarang sebenarnya berasal dari sebuah tradisi di Roma di mana Pastor Latomia dari Kolese Romanum Serikat Yesus, dalam rangka menghadapi ketidaksetiaan dan perilaku tak bermoral dari para mahasiswa, mengikrarkan sebuah janji di akhir abad 18 untuk mendedikasikan bulan Mei kepada Bunda Maria. Dari Roma praktik ini kemudian menyebar luar ke kolese-kolese lainnya yang dikelola para Yesuit dan kemudian menyebar ke setiap gereja Katolik dalam Ritus Latin”.  Masih menurut Ensiklopedi Katolik, praktik ini menjadi contoh tertua yang menunjukkan sebuah devosi dalam satu bulan penuh.

Ada juga catatan yang mengisahkan devosi kepada Bunda Maria di Grezzano, dekat Verona (Italila). Pada tahun 1747, Uskup Agung Genoa merekomendasikan agar bulan Mei didedikasikan untuk menghormati dan berdevosi kepada Bunda Maria. Sementara itu, doa-doa disusun khusus untuk kepentingan devosi ini baru mulai disusun di Roma pada tahun 1838.

Apapun juga tradisinya, ensiklik Paus mengenai devosi kepada Bunda Maria di bulan Mei seharusnya dilihat sebagai sebuah penetapan resmi. Ensikliknya berjudul On Devotion of Rosary yang terbit pada tahun 1883 adalah tonggak dan fondasi ajaran Gereja Katolik mengenai devosi kepada Bunda Maria di bulan Mei. Untuk diketahui, sejak tahun ini sampai tahun 1889 Tahta Suci menerbitkan lima surat apostolik mengenai Rosario.

Di tahun 1965, Paus Paulus VI dalam ensikliknya Mense Maio, menegaskan bahwa bulan Mei adalah kesempatan yang baik untuk mendoakan perdamaian melalui perantaraan Bunda Maria. Memang tidak ada struktur yang ketat tentang bagaimana doa dan devosi kepada Bunda Maria ini harus dijalankan. Yang jelas, doa dan devosi kepada Bunda Maria di bulan Mei ini selalui meliputi berbagai nyanyian Maria, bacaan dari Kitab Suci, renungan atau kotbah, dan yang tidak kalah penting adalah Doa Rosario. Doa dan devosi ini biasanya ditutup dengan perarakan di mana patung Bunda Maria dibawa kembali ke Gereja setelah berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya selama bulan Mei.

Mengikuti anjuran Paus Paulus VI, terutama dengan mempertimbangkan situasi sosial politik di negara ini, baik juga kalau selama bulan Maria ini kita ikut mendoakan kedamaian dan keselamatan dunia, terutama Indonesia.