Antara Mengajar, Mendidik dan Memberi Teladan

Rekoleksi Batuta-3

Hari Minggu, 25/02/2018 boleh jadi merupakan hari spesial bagiku. Pasalnya, pertama kali dalam pengalaman sebagai seorang Katekis, mengikutkan istri dan anak dalam pengajaran. Adalah kegiatan mempersiapkan orangtua calon baptis batuta dan saya mendapat giliran menjadi nara sumber. Nama keren acara itu adalah rekoleksi orangtua calon baptis batuta.

Kami para narasumber di Dekanat Barat 2 saling bertukar tempat merasul. Dan kali ini giliran saya menjadi nara sumber dan pendamping di Paroki Maria Kusuma Karel (MKK) di Meruya, Jakarta Barat.

Saya mengajak istri dan putriku untuk ikut serta. Semula saya pikir kami bisa mengalami pengalaman merayakan ekaristi secara berbeda di paroki yang berbeda, dan karena itu, keluarga saya ajak serta. Dan memang kami mengalami hal yang berbeda, juga sukacita yang berbeda. Gereja Paroki MKK cukup hommy dan terkesan ramah pada umat. Juga beberapa ekspresi ritual yang berbeda dengan paroki kami.

Rekoleksi-1-1

Tetapi yang terpenting — dan itu saya sadari sembari memberikan pembekalan — adalah nilai positif kehadiran keluarga. Karena berbicara mengenai pentingnya pendidikan Katolik bagi anak-anak sejak usia dini dan penekanan pada peran orangtua sebagai pendidik utama, saya beberapa kali “terpaksa” merujuk ke best practices yang pernah kami lakukan di rumah. Nah, kehadiran keluarga (istri dan anak) justru dapat menjadi hal positif dalam hal sharing seperti itu. Bahwa hal positif yang pernah dan sedang kami praktikkan di rumah ternyata dapat menjadi sharing pengalaman yang meneguhkan sesama umat beriman.

Dalam pembekalan ini saya sungguh belajar, bahwa pada akhirnya bukan banyaknya ilmu yang saya berikan, tetapi soal kedalaman pengalaman hidup. Bahwa apa yang saya katakan seharusnya merupakan ekspresi atau ungkapan dari apa yang saya dan keluarga hidupi. Kehadiran istri dan anak menjadi sebuah pengujian, apakah yang saya katakan itu sungguh-sungguh merupakan nilai positif yang kami hidupi di rumah, atau sekadar lip service alias omong kosong semata.

Rekoleksi-2-1.jpg

Dalam obrolan selama pulang ke rumah dan juga di rumah, saya melihat ada keceriaan dalam diri istri dan anakku. Mereka tidak mengeluh, juga tidak memprotes apa yang telah aku sharingkan di gereja ke para orangtua yang anaknya akan dibaptis. Itu menjadi sebuah peneguhan, bahwa apa yang saya sharingkan memang merupakan nilai-nilai yang juga kami hidupi di rumah.

Rekoleksi-3-1.jpg

Itulah makna sesungguhnya dari pentingnya memberi teladan hidup. Saya mungkin memiliki kemampuan mengajar dan berbagi ilmu. Tetapi ilmu dan informasi yang saya bagikan itu tidak akan menimbulkan efek pengubah kehidupan jika itu semua hanya keluar dari mulut dan lidah saya. Dan ini akan selalu menjadi dorongan untuk terus merasul sebagai cara untuk meneguhkan hidup, baik bagi diri sendiri dan keluarga maupun bagi sesama umat beriman.

Terima kasih Tuhan atas kesempatan ini.

 

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.