Tujuh Watak Pelayan Tuhan Tersemai di Wisma Cengkih

Peserta Rekoleksi Pilar Pewartaan di acara pembukaan, 23 Maret 2019. Foto: Yeremias Jena.

MINGGU ketiga di bulan ketiga tahun 2019. Pagi-pagi benar puluhan pelayan Gereja Paroki Tomang Gereja Maria Bunda Karmel yang tergabung dalam Pilar Pelayanan bergerak perlahan menuju Wisma Cengkih di daerah Sukabumi. Dua bis tentara mengangkut hampir seratus pelayan Gereja MBK ke “daerah yang sunyi”. Mereka sepertinya mengerti betul kata-kata Yesus kepada para murid-Nya setelah lama berkeliling dan melayani umat. “Mari kita pergi ke tempat yang sunyi supaya kita sendirian, beristirahat dan berdoa” (bdk Mrk 6:31). Dimotori Romo Andreas Yudhi Wiyadi, OCarm dan DPH Pendamping, para pelayan Tuhan itu memilih menjauh dari hiruk pikuk Jakarta. Selama dua hari (23-24 Maret 2019), mereka tenggelam dalam rekreasi dan refleksi.

Rekoleksi dengan tema “Aku Melayani Tuhan: Belajar dari Spiritualitas Salib” ini direncanakan sangat baik oleh Pilar Pelayanan bekerja sama dengan Seksi Pelatihan dan Kaderisasi (Pekad), OMK Wilayah IX serta dukungan Music Ministry.

Romo dalam sambutan pembukaannya menawarkan dinamika acara yang lebih santai dan menghibur. Ini dimaksud agar peserta tidak terjebak dalam rutinitas rekoleksi yang kering dan membosankan, tetapi berusaha merenungkan dan menemukan kehendak Tuhan dalam kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan menghibur.

Mengandalkan Hanya Tuhan

Menyadari pentingnya relasi personal dengan Tuhan, Romo Yudhi mengingatkan peserta rekoleksi mengurangi akses pada media sosial dan gawai. Ini adalah bagian dari “latihan rohani” melepaskan diri dari berbagai perhatian dan kesibukan pelayanan rutin demi menemukan rencana dan kehendak Allah dalam diri masing-masing. Jika Allah menghendaki setiap anggota Pilar Pelayanan melayani Tuhan, bagaiama panggilan ini direalisasikan? Romo Yudhi mengajak peserta untuk menyadari kehadiran Tuhan dan membiarkan Roh bekerja di dalam hati. Lagu “Utuslah RohMu ya Tuhan, dan jadi baru seluruh muka bumi” yang dilantunkan di awal kegiatan mengingatkan peserta untuk membiarkan diri dipimpin oleh Roh Kudus selama rekoleksi itu.

Tema spiritualitas salib yang ditawarkan Romo Yudhi dalam sesi pagi di hari pertama dirancang secara menarik. Alih-alih berbicara sendiri dan searah, Romo Yudhi memberikan kesempatan kepada peserta untuk memaknakan spiritualitas pelayanan yang selama ini dijalani dan membagikannya kepada peserta lainnya.

Ibu Fifi Suryantini, peserta rekoleksi dari Seksi PSE sedang memberi kesaksian. Foto: YJ

Ibu Fifi Suryantini, peserta dari Seksi PSE, mengatakan dalam kesaksiannya tentang pentingnya mengenakan kacamata dan cara pandang Yesus ketika melayani sesama. Fifi tidak menampik, bahwa karena Seksi PSE melayani kelompok umat yang kurang beruntung secara ekonomi, kadang memahami orang yang dilayani berdasarkan persepsi subjektif. Fifi bahkan berkisah tentang pengalaman melayani keluarga yang secara penampilan tampak berkecukupan, padahal kehidupan real mereka sebenarnya memprihatinkan. Kata Fifi, kalau kita berpatokan pada persepsi kita sendiri mengenai orang yang dilayani, bisa jadi kita tidak melayani dengan baik. “Kadang-kadang kita itu punya persepsi tertentu dulu hanya dari lihat luarnya, mungkin dari sikapnya atau bagaimana. Tapi ketika kita kunjungan, kita lebih tahu bagaimana keadaan suami istri sebenarnya,” demikian pengakuan Bu Fifi.

Dr. Yanto Tjahyono dari Seksi Kesehatan sedang memberi kesaksian. Foto: Yeremias Jena

Hal yang sama juga diakui Dokter Yanto Tjahyono. Semula dr. Yanto mengira pengobatan orang sakit itu sekadar perkara mendiagnosa penyakit dan memberikan obat sesuai indikasi medis. Padahal dalam pengalamannya dia melihat bahwa pelayanan kesehatan itu lebih dari persoalan obat. Dokter Yanto semakin menyadari bahwa penyembuhan dari penyakit adalah membiarkan Allah berkarya di dalam pelayanan itu. Dan itu tampak dari pengalamannya  yang “berhasil” menyembuhkan seorang pasien dari rasa marah dan jengkel seorang ayah terhadap anak-anaknya yang meninggalkan dirinya. Bagi dr. Yanto, melayani Tuhan adalah penyerahan diri, membiarkan diri dipimpin oleh Allah, tidak mengandalkan pengertiannya sendiri tetapi percaya pada Allah dengan segenap hati (bdk Amsal 3:5).

Tuhan yang Mau

Menjadi pelayan Tuhan dalam pelayanan Gereja bukanlah pilihan pribadi. Romo Yudhi mengingatkan peserta rekoleksi, bahwa pelayanan gerejani tidak bersifat transaksional. Karena pelayanan yang bersumber pada rencana dan panggilan Allah sendiri, setiap pelayan Tuhan tidak akan memegahkan dirinya. Dia melayani tidak demi mencapai kemuliaan dan ketenaran diri. Romo Yudhi menekankan pentingnya memurnikan motivasi panggilan dalam pelayanan. “Kita melayani bukan demi gengsi, tidak demi pujian,” demikian Romo Yudhi.

Ibu Lies Setiawati, Ketua Seksi PSE sedang memberi kesaksian. Foto: Yeremias Jena

Pelayanan sebagai menjalankan kehendak Tuhan yang memanggil ini nampak jelas dalam sharing Ibu Lies Setiawati, Ketua Seksi PSE Paroki MBK. Ibu Lies menghayati keterlibatannya dalam Komunitas Emmaus Journey (EJ) sebagai pengalaman Allah menyapa dan memanggil untuk melayani GerejaNya secara lebih serius. Bagi Lies, terpapar dengan Kitab Suci dalam Komunitas EJ membuat dia menyadari pentingnya meninggalkan cara hidup duniawi yang sebelumnya dia jalani. “Tuhan mempunyai jalan yang indah, memanggil saya dengan jalan yang lain. Setelah semakin dekat dengan Kitab Suci, saya baru tahu kalau apa yang saya lakukan selama ini tidak ada apa-apanya,” demikian kesaksian Ibu Lies.

Ibu Paulina Dinartisti dari Seksi Pasdior sedang bersaksi. Foto: YJ.

Sementara itu, Ibu Paulina Dinartisti memaknakan keterlibatannya dalam pelayanan Paduan Suara, Dirigen, dan Organis (Pasdior) sebagai melaksanakan kehendak Allah. Meskipun pernah pernah bosan dan berhenti bernyanyi untuk Gereja, Tuhan justru menginginkannya kembali. Pengalaman menyanyikan Kisah Sengsara Tuhan Yesus ketika kembali bernyanyi bagi Gereja membuatnya yakin, bahwa Allah memang menghendaki dirinya melayani di Pasdior. Ibu Dinar menghayati secara personal kata-kata Yesus kepada muridNya di bawah salib berdiri di dekat Bunda Maria: “Ini ibumu”. “Saya menyanyikan kata-kata itu sambil menangis. Saya merasakan betul bahwa Tuhan berkarya di dalam diri saya melalui Pasdior,” demikian pengakuan Bu Dinar.

Spiritualitas Salib

Romo Yudhi meneguhkan iman para peserta dengan menawarkan refleksi tujuh kata terakhir Tuhan Yesus sebelum wafat. Dari refleksi itu Romo Yudhi menegaskan sekurang-kurangnya tujuh karakter utama pelayan Tuhan.

Romo Andreas Yudhi Wiyadi, O.Carm, pastor Paroki Tomang, Gereja Maria Bunda Karmel. Foto: Yeremias Jena

Pertama, seorang pelayan adalah seorang pengampun, bukan pendendam. Tuhan Yesus sendiri yang mengatakan ini, “Ya Bapa ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34). Bagi Romo Yudhi, seorang pelayan Tuhan seharusnya lembut terhadap orang lain dan keras terhadap diri sendiri, dan bukan sebaliknya.

Kedua, seorang pelayan Tuhan senantiasa menyadari diri sebagai seorang pendosa (Luk 23:43). Seperti nampak dalam kesaksian Bu Fifi, dr. Yanto, Bu Lies dan Bu Dinar, kesadaran akan kedosaan membuat pelayan Tuhan menjadi rendah hati dan mengakui pelayanannya sebagai melaksanakan kehendak Allah dan bukan kehendaknya sendiri.

Ketiga, pelayan Tuhan seharusnya memiliki sikap iklas dan memercayakan diri pada penyelenggaraan Ilahi. Keikhlasan itu nampak dalam keterbukaan menerima ibu Tuhan dalam hidup kita, sama seperti ibu Tuhan juga menerima kita dalam penyelengaraannya (Yoh 19:26).

Keempat, pelayan Tuhan harus siap dan terbuka pada pengalaman desolasi, pengalaman kekeringan dan merasa seperti jauh dari Tuhan. Justru pengalaman padang gurun inilah yang memurnikan motivasi pelayanan kita (Mrk 15:34).

Kelima, menjadi pelayan Tuhan, apalagi dalam pilar pelayanan, adalah panggilan untuk memerhatikan orang kecil dan terpinggirkan. Pelayan Tuhan harus bersedia memberi orang lain makan dan minum (Yoh 19:28).

Keenam, pelayan Tuhan harus sanggup melihat dan merefleksikan berbagai seluruh aktivitas pelayanannya sebagai penggenapan dan pemenuhan rencana Allah. Di situlah pelayan Tuhan berani mengatakan, “Sudah selesai” (Yoh 19:30).

Ketujuh, pelayan Tuhan harus sanggup menyerahkan seluruh karya dan pelayanannya kepada Tuhan, harus sanggup juga menyerahkan diri dan hidupnya ketika segalanya sudah selesai dilakukan. Pelayan Tuhan berani mengatakan, “Ke dalam tanganMu kuserahkan nyawaku” (Luk 23:46).

Sambutan Positif

Acara rekoleksi dua hari ini sangat bermakna dan menghibur. Beberapa peserta yang dimintai pendapatnya, mengaku sangat senang dengan acara rohani semacam ini. Mereka bahkan mengharapkan rekoleksi lanjutan setelah ini.

Agustina dari Seksi PSE, salah satu peserta rekoleksi, merasa senang bisa ikut rekoleksi ini dan bisa berkenalan dengan para pewarta lainnya. Foto: Yeremias Jena

Secara pribadi, Agustina dari Seksi PSE sangat menyukai penjelasan Romo Yudhi. Ibu dua anak itu mengakui bahwa rekoleksi ini tidak hanya membuat dia mengenal banyak pelayan lainnya, tetapi juga belajar untuk menjadi rendah hati. “Saya berharap untuk mengenal lebih baik lagi para pelayan lainnya. Saya juga berharap untuk terus berkarya melayani Tuhan dan gerejaNya,” harap Agustina.

Sambutan dan kesan positif ini tidak terlepas dari kepiawaian Frans Budi merancang dan membawakan acara capacity building di hari kedua. Beberapa kegiatan seperti mengover dan menangkap bola pimpong, menyusun mur secara berkelompok, dan aktivitas ragawi lainnya membantu membangun kekompakan dalam pelayanan gerejawi. Pilihan lagu dan gerakan ritmik anggota tubuh mengikuti irama musik yang dirancang music ministry ikut menciptakan kenangan positif rekoleksi.

Peserta rekoleksi antusias dalam mengikuti berbagai kegiatan capacity building. Foto: Ferry Gesang.

Tidak dilupakan juga sesi saling meneguhkan antarpelayan dengan membisikan aspek positif dari rekan setim pelayanan. Bagian terakhir ini menimbulkan kesan mendalam dan personal dalam diri para pelayan.

Rekoleksi telah usai. Ajakan Yesus kepada para pelayanNya untuk beranjak ke tempat yang lebih sepi supaya bisa berdoa dan beristirahat sudah berakhir. Dengan energi yang baru, para pelayan Tuhan telah kembali ke tengah umat. Mereka siap melayani secara lebih mendalam dan berkualitas. Segalanya demi kemuliaan namaNya semata. (Laporan: Yeremias Jena)

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.